Mempertanyakan Industri Musik dan Musik Industri

Banyak yang berpendapat bahwa untuk bisa bertahan di industri musik, maka para pelaku musik di dalamnya pun harus memproduksi musik yang sifatnya “industri”, dan mereka sering menyebutnya sebagai “Musik Industri”. Sering gw ketemu situasi di mana gw sedang ngobrol dengan beberapa musisi yang menjelaskan musik yang dimainkannya dengan sebutan itu, dengan latar belakang pemikiran bahwa mereka memang ingin sukses di industri musik. Namun apa sih yang ingin masing-masing dari kita capai dengan predikat SUKSES itu?

Terlepas dari begitu beragamnya persepsi dan pendapat orang mengenai kesuksesan di bidang musik (apalagi mengenai definisi “sukses” itu sendiri sudah terlampau beragam di kepala setiap orang), maka mari kita bahas mengenai industri musik dan keterkaitannya dengan yang disebut-sebut sebagai musik industri ini.

Industri, seperti layaknya di bidang apapun, pada intinya adalah memanfaatkan hubungan antara produsen atau penyedia produk dan konsumen atau pengguna produk. Produk di sini dapat pula berupa jasa. Nah, pada perkembangannya muncul pihak yang menjadi jembatan antara penyedia dan pengguna produk ini, disebut sebagai distributor. Sebuah industri yang sehat adalah industri yang tiap-tiap bagian di dalamnya berjalan sesuai dengan fungsinya dengan baik: produsen menghasilkan produk yang baik dan bermanfaat bagi konsumen, konsumen membeli atau menggunakan produk-produk tersebut, distributor pun sebagai mediator keduanya harus bisa menghantarkan produk kepada konsumen dalam kondisi yang baik pula. Semuanya itu berlangsung dalam sebuah pasar, di mana harga yang berlaku adalah yang merupakan kesepakatan ketiga pihak. Aliran perputaran uang yang terjadi di dalamnya inilah yang membuat industri tersebut bisa terus berjalan.

Tiap elemen dalam industri musik adalah roda gigi yang bisa mendorong/menghalangi elemen lainnya untuk juga bergerak. Gambar dari http://www.instructables.com/id/Gear-Clock/

Industri dalam bidang musik melibatkan banyak pihak yang bisa berperan sebagai produsen, distributor dan konsumen. Dewasa ini industri musik kita telah memaksimalkan potensi para musisi terbaik negeri ini untuk mewarnai dunia musik dengan berbagai ragam jenis musiknya. Mungkin memang ada jenis musik tertentu yang ternyata memiliki pendengar yang jumlahnya lebih banyak daripada jenis-jenis musik lainnya, juga ada grup-grup musik yang lebih banyak dikenal daripada grup lainnya. Itu tidak masalah sama sekali karena para produser musik telah memiliki target konsumen pendengar dari musik yang diproduksinya supaya bisa menghidupi bidang usaha musiknya tersebut. Namun yang seringkali terjadi adalah para produser ini makin lama makin berusaha terlalu keras untuk sekadar mencari pasar yang sudah terbentuk saja dengan jenis musik tertentu yang mungkin dirasanya paling mudah dijual. Dengan demikian mereka terus memproduksi musik yang itu-itu saja, yang pasti-pasti saja tanpa terlalu berusaha untuk mencari racikan musik yang lebih inovatif. Di sisi lain, sesungguhnya jenis-jenis musik yang telah berkembang dan beredar di pasar saat ini adalah hasil dari racikan para musisinya dalam usaha-usaha mereka untuk keluar dari kebosanan akan musik yang sudah ada. Racikan musik yang mereka lakukan adalah juga sebagai reaksi mereka atas kejadian-kejadian sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya. Tanpa adanya ekspresi para budak Afrika di Amerika, tak akan ada musik Blues. Tanpa adanya musik Blues tak akan lahir musik Jazz, R&B dan Hip-Hop. Tanpa adanya reaksi para musisi atas perang Vietnam, tak akan ada musik Rock, Metal dan varian-variannya. Tanpa adanya gejolak sosial-ekonomi di Inggris pada tahun 1970an, tak akan ada musik Punk dan subkultur-subkulturnya, yang kemudian berkembang menjadi Melodic Punk, Ska dan berbagai variasinya, Powerpop, Emo dan varian-variannya, juga termasuk Discopunk dengan beragam DJ-nya. Masih banyak contoh lainnya yang berkembang dari tradisi yang berbeda-beda di setiap budaya. Pada intinya, berbagai jenis musik ini memiliki lingkup pendengarnya masing-masing dan bisa hidup karena industrinya berjalan dengan baik, setidaknya di lingkupnya tersebut.

Masih banyak contoh lain di mana sebenarnya industri musik justru bisa banyak berkembang atas jasa para musisi yang terus meracik ramuan musik yang semakin inovatif ini. Dengan demikian, seharusnya peran para produser rekaman lebih dari sekadar memastikan bahwa produk musik mereka akan bisa diterima oleh masyarakat pendengar, tapi juga membuat masyarakat yakin bahwa mereka memang membutuhkan musik ini. Musik yang dibutuhkan masyarakat adalah musik yang membuat mereka merasa terwakili di berbagai aspek iptek, sosial dan budayanya yang juga terus berubah sesuai perkembangan jaman. Dengan mengetahui hal tersebut kita akan bisa semakin memahami bahwa industri musik sesungguhnya sangat membutuhkan peran para musisi yang berani melakukan eksplorasi. Produser yang handal adalah produser yang jeli bisa melihat sekaligus potensi kultural dan ekonomi dari musisi-musisi yang ditanganinya dan mengembangkan potensi tersebut.

Karenanya menurut gw salah kaprah yang banyak dianut oleh para musisi dan produser musik ini kini sudah saatnya mendapat sudut pandang baru agar industri musik dapat berjalan sesuai dengan sinergi yang ideal antara setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Industri musik tidak akan ada tanpa perkembangan musik dan para musisinya. Musik industri bukanlah suatu jenis musik tertentu. Tetapi sebaliknya, segala jenis musik dapat menjadi bagian dari industri musik. Pertanyaannya: Sudahkah kita menjalani peran kita dengan baik dalam industri ini?

Tulisan gw lainnya tentang Industri Musik bisa bermanfaat juga, ada di: https://andreasarianto.wordpress.com/2010/06/28/bermusik-sebagai-pilihan-hidup/ dan di sini: https://andreasarianto.wordpress.com/2010/02/23/yang-berkuasa-ternyata-tidak-selalu-berbudaya/

Iklan

Tentang andreasarianto
I'm a musician with a point of view, that artists should play their part to help improve the society he or she is involved in. This is just one of the ways to realize my vision in life. --- Andreas Arianto Yanuar belajar Komposisi Musik di Universitas Pelita Harapan Conservatory of Music, lulus pada 2007 dan kemudian mengajar Ensembel Big Band, Orkestrasi dan Sejarah Musik di konservatori tersebut setelahnya. Pada 2009 ia menjadi penata musik dan konduktor Andreas Arianto Orchestra dalam tur konser bersama SLANK ke 6 kota. Ia juga bermain kibor, akordeon dan klarinet dalam grupnya, Andre Harihandoyo and Sonic People, yang telah menghasilkan 2 album sejak 2009. Pada 2011 ia menulis aransemen orkestra untuk lagu-lagu rakyat untuk album “The Sounds of Indonesia”, dengan Addie MS sebagai konduktor The City of Prague Philharmonic Orchestra dalam rekamannya. Sempat pula melatih orkestra komunitas GKI Gading Indah selama 2007-2011, termasuk menghasilkan 3 konser dan 1 album rekaman. Di jangka waktu yang sama, Andreas aktif pula dalam program pengenalan musik untuk siswa-siswa di Manado, Aceh dan Bali bersama Al Izhar Community Choir and Orchestra dalam rangka turut mempromosikan keselarasan dalam pluralitas Indonesia. Semenjak itu pula ia bercita-cita untuk terus melibatkan masyarakat dalam kehidupan musik dan melibatkan musik dalam kehidupan bermasyarakat melalui kegiatannya sehari-hari. Sejak 2011 ia banyak terlibat dalam penulisan musik untuk berbagai album rekaman, film animasi, konser musik, juga termasuk di antaranya terlibat sebagai arranger dan konduktor musik ilustrasi The Raid 2 yang dirilis Maret 2014 yang lalu.

5 Responses to Mempertanyakan Industri Musik dan Musik Industri

  1. ronanusantara says:

    semoga saja, industri tak tumbuh menjadi mesin komersil yang tak mengindahkan kreatifitas dan menjunjung tinggi pasar dan pamor belaka. Industri musik semestinya menjadi wadah bagi generasi bangsa untuk menumpahkan ide-ide segar tentang musik dan kehidupan.

    buang jauh2 musik-musik yang tak berkualitas dan hanya mengedepankan keuntungan belaka,
    maju terus musik indonesia!

    salam ronanusantara

    • terima kasih Ronanusantara. Diperlukan produser-produser baru di masa depan dari generasi yang lebih melek akan kesadaran budaya. Dengan demikian kita bisa turut mewarnai permusikan Indonesia dengan lebih bertanggungjawab akan kualitasnya pula tanpa melupakan bahwa industri ini akan bisa terus berjalan dengan manajemen yang sama berkualitas pula.

  2. abenk says:

    nice post….salam kenal….

  3. Ping-balik: 2010 in review « Andreas Arianto's Blog

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: