Diplomasi?
1 Oktober 2016 Tinggalkan komentar
Gue setuju sama Arie Keriting. Apa hubungannya cantik dengan kemampuan diplomasi yg top? Apanya yg top ketika retorika dijawab dengan retorika juga?
Gak ada inovasi baru dalam cara berdiplomasi seperti ini ketika kita yang merasa sbg negara berdaulat hanya ngomel2 ketika ada orang yang protes akan ketidakadilan yang kita lakukan bagi provinsi tertentu dan lalu ngerasa insecure sehingga buru2 menafikan pihak2 yang protes tsb.
Berkali2 doi nunjukin contoh2 yang gak terlalu relevan dengan penegakkan HAM di Indonesia. Gak ada korelasi langsung antara ikut mendirikan komisi HAM di PBB dengan pengusutan kasus2 yang makin jadi bubur tapi terus numpuk di Indonesia.
Gak ada hubungannya banding2in jumlah ratifikasi yg kita uda lakukan dgn yg dilakukan negara2 yg protes itu keika jelas2 kasus Munir gak kelar2, Lapindo juga masih lumpuran, kekerasan Mei 98 jg entah gimana, apalagi ngomongin korban pembantaian 1965 oleh Orde Baru.
Terus kita2 mau bangga hanya karena kita bisa dongakin dagu ke negara2 yg lebih kecil di tingkat internasional?
Baca lagi isi piagam PBB, jgn lupa bahwa hak azasi manusia dijunjung tinggi dan bahkan ditulis sebelum pembahasan mengenai kedaulatan suatu bangsa!
http://www.un.org/en/sections/un-charter/un-charter-full-text/
Kalau memang ingin merasa kita bangsa yang besar, mengakui kekurangan kita adalah hal yang wajar dilakukan karena itu bukan berarti menunjukan bahwa kita lemah melainkan siap untuk menjadi bangsa yang semakin dewasa lagi.