Bahasa dan Pikiran

Ada lumayan banyak orang yg “gak ekspresif secara verbal”. Gue lumayan yakin bahwa ini cuma masalah kemauan membiasakan diri berekspresi lewat bahasa.

Dulu gue jg termasuk orang yg canggung dan bingung ngobrol sama orang yg baru dikenal. Tapi ada kaitan yg erat antara penguasaan bahasa tubuh dengan penguasaan bahasa verbal, dan karena itulah sebenernya pelajaran bahasa (terutama kalo buat kita itu pelajaran Bahasa Indonesia) seharusnya punya bobot yang tinggi di pelajaran sekolah. Ini menentukan gimana anak2 dilatih untuk berkomunikasi, dilatih untuk merangkai apapun yang ada di pikirannya untuk bisa diterjemahkan dengan baik oleh orang lain. Setelah terlatih, ia akan memiliki rasa percaya diri, bahwa dirinya bisa berkomunikasi dan berkontribusi terhadap masyarakatnya.

Pikiran adalah sesuatu yang abstrak, dan ternyata abstraksi berpikir ini gak secara umum dikuasai semua orang. Untungnya lumayan banyak musisi yang bisa menguasai hal ini, dan biasanya yang bisa mewujudkan sesuatu yg abstrak (misalnya ide komponis yg tertuang dalam partitur) menjadi musik (=bunyi-bunyian yg teratur) adalah yang berhasil mengkomunikasikannya kepada penonton yang akan terlibat secara emosional dan intelektual.

Itu sebabnya seni memiliki posisi yang penting dalam perkembangan peradaban manusia. Seni memiliki banyak aspek yang abstrak maupun yg konkrit.

Maka dari itu ketika kini bermunculan elemen masyarakat yg kurang bisa menangkap metafora dan simbol2 dari seni, itu bisa berakibat buruk bagi perkembangan masyarakatnya. Kenapa? Karena ini memungkinkan pemikiran2 yang “judgmental” bisa tumbuh subur, bukannya rasa penasaran yg apresiatif terhadap sesuatu yg belum kita mengerti.

Peran setiap anggota masyarakat adalah berusaha memberi kontribusi terbaiknya bagi perkembangan masyarakatnya. Hanya dengan kesadaran seperti inilah masyarakat bisa berkembang. Masing2 dari kita bisa ikut punya andil, gak peduli sekecil apapun itu. Dan semua yang kita lakukan pasti berawal dari pikiran. Pikiran yang terbuka akan memampukan setiap orang untuk melakukan hal2 yang semakin besar pula dampaknya bagi lingkungan.

You are what you eat. Dan ini ternyata berlaku pula terhadap apapun yang kita masukkan ke dalam pikiran kita 🙂

Mari kita tutup dengan kutipan Cak Lontong:

Pemikiran Paska Nonton Conjuring 2 

Setelah ntn Conjuring 2, gue baru sadar bahwa film apapun, ga peduli genrenya, akan bisa jadi film yg bagus ketika drama yang dibangunnya itu menyentuh relasi antar karakternya. Alur bisa dibangun naik dan turun pake apapun, tapi itu cuma alat utk bikin plotnya bercerita ttg gimana setiap karakter berinteraksi dan menghasilkan suatu perubahan di dalam dirinya masing2. Itu yang membuat kita ingin menjadi manusia yg lebih baik lagi bagi diri sendiri dan bagi orang2 yg spesial bagi kita.

Eh lalu kalo dipikirin lagi, ini berlaku gak cuma utk karya seni (seni apapun ya), tapi juga berlaku di bidang kehidupan lainnya spt bidang sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dsb. Suatu ide atau produk atau apapun itu baru akan bisa kita anggap penting dan/atau kita butuhkan ketika hal itu menyentuh sisi dari diri kita yg ingin terhubung dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar kita. 

Ada dua kemungkinan lainnya sih, tapi entar aja deh gue bahasnya 🙂 good night world!