Uber dan Masyarakat Kelas Menengah
8 April 2018 Tinggalkan komentar
Di postingan ini gue nyebut diri gue sebagai bagian dari masyarakat kelas menengah ngehe, ini istilah yang sering digunakan oleh pengamat sosial dalam konteks obrolan santai, merujuk ke kelompok masyarakat yang punya daya beli yang lumayan tinggi untuk membuat dirinya merasa perlu mengaktualisasikan dirinya lewat gaya hidup yang sebenernya belum tentu bisa dibiayai lewat penghasilan riilnya.
Ya, gue harus akui bahwa gue termasuk dalam kelompok yang seperti ini, yang mengeluh atas masalah-masalah sosial tanpa membuat diri sendiri menjadi bagian dari solusinya, merasa harus ikut mengenakan pakaian tertentu, mencoba makanan tertentu, menonton festival tertentu supaya gak merasa ketinggalan jaman, dan sebagainya.
Masih banyak yang gue sendiri belum cukup lakukan sebagai kontribusi gue terhadap masyarakat. Namun mengakui hal ini adalah awal dari perubahan. Kalau gue bukan bagian dari solusi, berarti gue adalah bagian dari masalah yang gue hadapi sendiri. Semoga gue bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi 🙏
Kaum menengah di Hindia Belanda pula yang pertama menyadari ketimpangan sosial antara kaum bangsawan Nusantara dan VOC (yang notabene punya simbiosis mutualisme) dengan rakyat jelata. Mereka ini bisa mencicipi pendidikan di bangku sekolah sehingga bisa menyadari bahwa sesungguhnya kita bisa berkuasa dalam menentukan nasib kita sendiri. Mereka inilah yang mengawali Pergerakan Nasional dan menyebarkan semangat ini ke lapisan masyarakat yang kurang seberuntung mereka hingga akhirnya terjadi Revolusi Nasional Indonesia.
Tanpa berpikir terlalu muluk, revolusi yang bisa kita usahakan adalah revolusi diri sendiri menjadi manusia yang lebih baik 🙏
Selamat berakhir pekan! 😇