Apa yang Kamu Inginkan?

Entah kenapa, pertanyaan sesimpel “apa yang kamu inginkan dalam hidupmu?” ternyata bisa menjadi pertanyaan yang sangat sukar dijawab oleh kebanyakan dari kita. Gue sendiri pun masih berusaha menyeimbangkan antara memberikan jawaban yang jujur atau yang diplomatis untuk memuaskan orang lain yang menanyakannya. 

Namun pada akhirnya bukan orang lain yang akan menjalani hidup kita, melainkan kitalah pemeran utama sekaligus sutradara dalam kisah ini. Masalah apakah kisah ini akan menjadi film box office yang spektakular atau tidak, juga bukan tanggung jawab kita. Tanggung jawab kita adalah demi kepuasan kita sendiri. Apakah kita menjalani hidup yang kita inginkan atau tidak? Jika membantu orang lain adalah hal yang membuat kita bahagia, lakukanlah itu. Namun yang sering kita lupakan adalah bahwa kebahagiaan kita pribadi adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan tanggung jawab orang lain. Demikian pula dengan kebahagiaan orang lain bukanlah sepenuhnya menjadi tanggung jawab kita. Tapi kedua hal ini bukanlah hal yang saling bertolak belakang. Kita tetap bisa menjadi bahagia tanpa merugikan orang lain. Kita tetap bisa membahagiakan orang lain tanpa merugikan diri sendiri. 

Dan bila jalan menuju sana tidak mudah, bukankah itu berarti kita menjalani hidup yang penuh tantangan? Bukankah kita hanya hidup sekali untuk menjalani kehidupan yang memang sudah sepantasnya seru untuk dijalani?

Selamat menjadi manusia yang hidup 😊

2015

Gue sempet berjanji sama diri gue sendiri minggu lalu setelah ulang tahun gue yang uda memasuki usia cukup genting ini. Janji itu lebih tepat disebut sebagai teguran keras buat diri sendiri sih bentuknya. Isinya adalah: mulai sekarang akhiri setiap hari dengan sedikitnya satu aja langkah ke depan, kalo nggak ya mending tidur lebih awal.

Beberapa tahun belakangan ini memang gue selalu tidur larut. Kadang berguna, tapi lebih seringan nggak. Dan di usia yang udah gak bisa dibilang muda ini gue ga punya kemewahan lagi seperti sebelumnya dalam dua hal ini kalo gue beneran pengen menjalani hidup ke arah yang gue inginkan.

Sejauh ini syarat baru itu udah mulai bisa gue penuhi sendiri, namun malam ini adalah langkah terbesar gue dalam menepati janji itu. Banyak banget langkah bodoh yang terus-menerus gue ambil selama ini. Bukan naif, tapi bodoh, karena walau salah tapi tetep aja gue lakukan lagi dan lagi. Namun aliran energi di semesta gak akan pernah berhenti mencari keseimbangannya, tanpa lelah terus menempatkan gue kembali ke posisi yang seharusnya. Setiap kali gue melenceng dikit, pasti ada sesuatu yang terjadi, apalagi ketika gue ngotot dan nyebrang jauh-jauh.

Memang kebodohan selalu punya harga. Dan gue terlalu bebal untuk mengakui itu sampai saat di mana gue berada sekarang. Takut dan sesal ga ada harganya kalo gue gak belajar-belajar juga untuk bisa naik kelas.

Memang lembaran kalender ini udah seharusnya disobek dan dibuang, ga peduli seberapa gue suka, sebelum gue bisa bener-bener jalani jilid yang namanya kedewasaan, yang sudah seharusnya gue jalani bertahun silam.

Ga ada lagi ruang untuk sesuatu yang bernama pembenaran diri. Mikir!