Bahasa dan Pikiran – 2

Kembali ke pentingnya pelajaran Bahasa, ketika kita terbiasa menata pikiran menjadi kalimat yang sistematis, maka barulah komunikasi yang baik lebih mungkin terjadi. Tanpa komunikasi yang baik lewat bahasa, sangat mudah bagi kita untuk berkomunikasi lewat kekerasan. Kita melakukan kekerasan karena merasa diri gak dimengerti orang lain, lalu memaksakan kehendak lewat media yang melanggar hak orang lain.

Menurut gue perbedaan pendapat di media sosial adalah hal yang biasa, bahkan harus terjadi sebagai wujud dari kebebasan berpendapat. Semua orang ingin didengarkan. Namun di saat kita mulai mau mendengarkan, baru di saat itulah kita bisa belajar akan hal2 baru.

Sebenernya ada banyak yang mau ngobrolin penegakan hukum, termasuk yg mau gak mau akhirnya nyerempet soal agama. Menurut gue segala hal boleh dipertanyakan ketimbang semua2 dipendam dan nunggu meledak. Sayangnya banyak dari kita yg gak mendem2 pun terlalu siap meledak ketika ketemu pertanyaan atau pemikiran yang kita gak mau dengar.

Gak mau dengar atau gak mau tau adalah suatu hak, tapi bertanya juga adalah hak. Kita punya banyak sekali hak sebagai manusia yang boleh dikejar dan diupayakan, selama kita gak merampas hak orang lain yang pasti akan beririsan pula dengan kepentingan kita.

Perbedaan bukanlah sesuatu yang bisa dianulir atau dianggap gak ada. Kita tetap bisa saling membantu dan saling menjaga kehidupan dengan orang2 yg berseberangan paham dengan kita. Tapi ketika kita merasa lebih berhak atas keistimewaan ini itu (misalnya karena merasa lebih senior atau lebih spesial lainnya) dan menganggap orang lain gak berhak atas hal yang sama yang kita nikmati, kita udah gak menganggap diri kita sebagai sesama dari manusia lainnya.

Mari kita menjadi manusia yang berbahasa ๐Ÿ™

Karya Stravinsky yang Hilang

(http://www.medici.tv/?_escaped_fragment_=/valery-gergiev-stravinsky-chant-funebre)

Igor Stravinsky, salah satu komponis paling terkenal Rusia di pergantian abad 19 ke 20, pernah kehilangan satu karya yang menurut beliau adalah karya terbesarnya setelah The Firebird. Karya yang berjudul Chant Funebre (Funeral Song) ini ditulisnya untuk mengenang dan mengantar kepergian guru komposisinya, Nikolai Rimsky-Korsakov, yang juga adalah komponis besar Rusia di abad 19. 

Pada 1917 pecah revolusi Bolshevik dan partitur karya ini pun lenyap di antara timbunan puing-puing kota Petrograd (kini St. Petersburg). Hingga akhir hayatnya, Stravinsky hanya pernah sekali saja mementaskannya tanpa pernah satu pun pencarian para musikolog Rusia mendapatkan hasil. 

106 tahun kemudian Irina Sidorenko tak sengaja menemukan kumpulan karya Stravinsky ketika sedang merapikan koleksi perpustakaan Konservatori St. Petersburg dan segera menelpon koleganya, musikolog Natalia Braginskaya yang juga dititipkan misi pencarian ini oleh guru-gurunya. Setahun kemudian, Maestro Valery Gergiev mendapat kehormatan untuk menampilkan karya ini dengan Mariinsky Orchestra.


Gue suka sekali karya2 Stravinsky, dan guru komposisi gue pernah menonjolkan Stravinsky sebagai contoh komponis yang sangat anti mengulangi apa yang pernah dia buat sebelumnya. Memang bener adanya, gue ga pernah denger sisi musikalitas Stravinsky yang seperti ini di karya2 dia yang lain. Beliau belajar banyak sekali teknik orkestrasi yang brilian dari Rimsky-Korsakov, tapi terutama hal itu sangat kental terasa dalam penghormatan terakhir bagi gurunya ini, tanpa kehilangan identitasnya sendiri!

Melihat seberapa pentingnya para budayawan dan musisi Rusia memandang karya komponis2nya, juga seberapa tinggi respek Stravinsky bagi pendahulunya itu lewat karya ini, gue jadi belajar pentingnya suatu karya yang menjadi jembatan. Jembatan2 ini gak cuma menghubungkan masa lalu dengan masa depan, tapi juga menghubungkan manusia2 yang berbeda lewat rasa kesamaan nasib. Semua itu bisa diwujudkan lewat karya. 

Makin banyak kita berkarya, ternyata kita makin bisa menemukan serpihan2 diri kita di dalam diri setiap manusia yang kita jumpai. Semuanya akan terus saling terhubung.

Diplomasi?


Gue setuju sama Arie Keriting. Apa hubungannya cantik dengan kemampuan diplomasi yg top? Apanya yg top ketika retorika dijawab dengan retorika juga? 

Gak ada inovasi baru dalam cara berdiplomasi seperti ini ketika kita yang merasa sbg negara berdaulat hanya ngomel2 ketika ada orang yang protes akan ketidakadilan yang kita lakukan bagi provinsi tertentu dan lalu ngerasa insecure sehingga buru2 menafikan pihak2 yang protes tsb.

Berkali2 doi nunjukin contoh2 yang gak terlalu relevan dengan penegakkan HAM di Indonesia. Gak ada korelasi langsung antara ikut mendirikan komisi HAM di PBB dengan pengusutan kasus2 yang makin jadi bubur tapi terus numpuk di Indonesia. 

Gak ada hubungannya banding2in jumlah ratifikasi yg kita uda lakukan dgn yg dilakukan negara2 yg protes itu keika jelas2 kasus Munir gak kelar2, Lapindo juga masih lumpuran, kekerasan Mei 98 jg entah gimana, apalagi ngomongin korban pembantaian 1965 oleh Orde Baru. 

Terus kita2 mau bangga hanya karena kita bisa dongakin dagu ke negara2 yg lebih kecil di tingkat internasional?

Baca lagi isi piagam PBB, jgn lupa bahwa hak azasi manusia dijunjung tinggi dan bahkan ditulis sebelum pembahasan mengenai kedaulatan suatu bangsa! 

http://www.un.org/en/sections/un-charter/un-charter-full-text/

Kalau memang ingin merasa kita bangsa yang besar, mengakui kekurangan kita adalah hal yang wajar dilakukan karena itu bukan berarti menunjukan bahwa kita lemah melainkan siap untuk menjadi bangsa yang semakin dewasa lagi.

Pemikiran Paska Nonton Conjuring 2ย 

Setelah ntn Conjuring 2, gue baru sadar bahwa film apapun, ga peduli genrenya, akan bisa jadi film yg bagus ketika drama yang dibangunnya itu menyentuh relasi antar karakternya. Alur bisa dibangun naik dan turun pake apapun, tapi itu cuma alat utk bikin plotnya bercerita ttg gimana setiap karakter berinteraksi dan menghasilkan suatu perubahan di dalam dirinya masing2. Itu yang membuat kita ingin menjadi manusia yg lebih baik lagi bagi diri sendiri dan bagi orang2 yg spesial bagi kita.

Eh lalu kalo dipikirin lagi, ini berlaku gak cuma utk karya seni (seni apapun ya), tapi juga berlaku di bidang kehidupan lainnya spt bidang sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dsb. Suatu ide atau produk atau apapun itu baru akan bisa kita anggap penting dan/atau kita butuhkan ketika hal itu menyentuh sisi dari diri kita yg ingin terhubung dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar kita. 

Ada dua kemungkinan lainnya sih, tapi entar aja deh gue bahasnya ๐Ÿ™‚ good night world!

Imlek 2016

 
(http://www.fancyfortunecookies.com/Custom-Fortune-Cookies-s/50.htm)

Emg ya, ga bisa dipungkiri budaya nenek moyang gue adalah budaya yang lumayan menekankan soal materi, makanya nyambung dgn konsep materialisme Karl Marx dan komunisme RRC. 

Tapi di satu sisi materialisme Karl Marx dikulik en dikembangin terus-menerus di Barat, di sisi lain apa orang Cina (juga yg non Cina) juga terus mempertanyakan arti dan makna dari simbol2 di balik titik berat materi di budaya ini? Memang keberadaan manusia itu ada di antara benda-benda, tapi apa iya kita mau terus-menerus terjebak pada penilaian kualitas seseorang hanya dari seberapa banyak materi yang berhasil dia kumpulkan dalam hidupnya?

Agama dan kebudayaan akan selalu penuh dengan simbol dan metafora, namun maknanya selalu butuh untuk terus diperbarui di setiap jaman dengan tantangan yang berbeda. 

Toh, kita hidup hanya sekali di dunia, tanpa satu hal yang bisa kita bawa setelah kita tiada. Kalau kita berharap bahwa anak cucu kitalah yang akan nerusin pencarian dan pengumpulan materi yang kita lakukan, alangkah tersiksanya kita dan mereka.

Bintang, bulan dan matahari sudah ada sebelum manusia muncul. Maka yang paling signifikan yang bisa kita temukan dan wariskan buat generasi selanjutnya pada akhirnya adalah kebahagiaan.

Selamat menikmati hari libur dengan pertanyaan, karena hidup yang patut dipertanyakan adalah hidup yang patut dijalani dan dirayakan๐Ÿ˜Š

8 Februari 2016

25 Desember 2015

  
Gak masalah hari raya/liburan apapun yg bisa bikin keluarga kita makin erat dan bs makin dukung satu sama lain, ga masalah perbedaan cara pandang apapun yg kita punya dgn mereka, uda jadi tanggung jawab kita untuk ngejagain apapun yg kita miliki yg bukan berupa harta benda. Itulah intinya menjadi manusia, setidaknya bagi gue pribadi ya ๐Ÿ™‚

Sepanjang usia kita yg terbatas di dunia ini, kita cuma bisa melakukan sekian banyak hal untuk orang2 yg kita sayangi. Setiap orang harus membayar harga untuk apapun, entah dengan waktu, uang, tenaga, pikiran, apapun. Ada harga yg harus dibayar utk ketentraman hati, ada juga harga yg harus dibayar untuk kebebasan. 

Gue gak ingin merayakan sesuatu hanya karena ada tanggal merah di kalender atau karena ada tradisi atau makna yg turun-temurun diwariskan aja. Pasti ada sesuatu yg lebih dari itu. Bisa hidup di dunia aja uda sangat patut untuk dirayakan dan disyukuri, ga peduli seberapa sulit atau mudahnya hidup ini perlu dijalani. 

Namun gue yakin bahwa hidup yang patut direnungin adalah hidup yang pantas dijalani. Semoga kita menikmati liburan ini dan menjadi makin hidup setelahnya. Happy holidays!

Kontrak Sosial, Dibahas dari Hubungan Antar Pacar

Ada sesuatu ttg bagaimana kita dilahirkan, dari keluarga yang seberuntung apa, yang mendidik kita menjadi pribadi yang seperti apa, yang membuat kita termasuk dalam golongan masyarakat yang mana.

Juga ada sesuatu ttg bagaimana kita belajar dari lingkungan dan pengalaman kita, yang menentukan apakah kita bisa masuk ke dalam pergaulan golongan masyarakat yang berbeda.

Ada sesuatu di balik berbedanya karakter tiap lapisan masyarakat. Perbedaan kelas ini menurut gue gak akan pernah hilang sampai kapan pun. Walau di abad ke-21 ini kita uda cenderung gak saling membedakan satu sama lain atas hal-hal yg bersifat fisik, tapi berbedanya kemampuan kita berbelanja, kemampuan kita mempelajari hal-hal baru, kemampuan kita menghasilkan uang akan terus membuat kita berada dalam suatu golongan masyarakat tertentu aja. Juga walaupun kesempatan mendapat pendidikan yang semakin tinggi pun juga semakin merata, namun negara2 yang tingkat pendidikannya sangat merata tingginya pun masih tetap memiliki perbedaan kelas di dalam masyarakatnya.

Ada hal yang sangat menarik. Saat ini kekuasaan sudah makin bisa dibagikan dengan lebih merata. Kini wewenang seorang raja pun disesuaikan dengan tanggung jawabnya bagi masyarakat. Seorang mafia tingkat tinggi pun ga bs lagi terlalu semena-mena dan juga harus tunduk pada kekuatan media sosial yang dibangun oleh kekuatan jutaan netizen dan konsumen.

Termasuk posisi wanita sebagai pelaku dan pendukung utama kekuatan ekonomi suatu keluarga bahkan suatu bangsa semakin diperhitungkan di masa ini.

Dengan semakin sejajarnya posisi tawar antara manusia, maka semakin tersingkirlah orang-orang yang kurang bisa menerima kenyataan ini, untuk kemudian entah menjadi minder, angkuh untuk menutupi kekurangannya, atau menyebarkan kebenciannya dalam bentuk cibiran, fitnah, bahkan juga kekerasan dal bentuk apapun.

Persoalan-persoalan dalam hubungan suatu pasangan, ortu dan anak, antar teman, dll pada umumnya didasari oleh kesadaran yang kurang akan hal ini, akan kekuasaan dan akan posisi tawar masing-masing. Itulah sebabnya JJ Rousseau mengajukan suatu konsep Kontrak Sosial, termasuk bahwa pemerintah hanyalah sekuat rakyatnya. Bagi gue sendiri ini berarti kekuatan sebuah negara dilihat dari kekuatan rakyatnya; solidnya sebuah keluarga dapat dilihat dari kualitas komunikasi antar anggotanya; kualitas suatu pasangan dilihat dari kemampuan masing-masing dalam saling memberi dan menerima kepercayaan satu sama lainnya.

Ada sesuatu yang mendorong kita dalam menentukan pilihan bagi hidup kita sendiri, termasuk memilih orang-orang yang ingin kita temui lebih sering di dalam kehidupan kita sehari-hari, yang lebih penting bagi kita. Termasuk dalam pertimbangan tsb adalah seberapa banyak nantinya kita akan mampu memberikan pengaruh kepada mereka. Harus diakui bahwa itu semua tak terelakkan. Namun semakin cepat kita menyadari hal ini semakin baik.

Kenapa?

Karena dengan begitu kita akan semakin mudah menyadari tanggung jawab kita pula untuk mengusahakan yang terbaik bagi orang-orang tersebut. Dan semakin banyak jumlah orang yang ingin melakukan yang terbaik bagi orang lain, semakin dekat pula kita dalam bersama-sama menciptakan surga di atas bumi.

Bukankah itu tujuan utama kita hidup di dunia ini: menyediakan rumah dan bumi yang semakin baik lagi bagi generasi setelah kita?

Kepala gue udah mau pecah dengan semua hal yang berkecamuk di dalamnya selama setahun ini, tapi gue sangat menikmatinya dan ga sabar untuk segera belajar lebih banyak lagi selama tahun 2015 nanti.

Selamat hari Minggu yang terakhir di 2014!