Karya Stravinsky yang Hilang

(http://www.medici.tv/?_escaped_fragment_=/valery-gergiev-stravinsky-chant-funebre)

Igor Stravinsky, salah satu komponis paling terkenal Rusia di pergantian abad 19 ke 20, pernah kehilangan satu karya yang menurut beliau adalah karya terbesarnya setelah The Firebird. Karya yang berjudul Chant Funebre (Funeral Song) ini ditulisnya untuk mengenang dan mengantar kepergian guru komposisinya, Nikolai Rimsky-Korsakov, yang juga adalah komponis besar Rusia di abad 19. 

Pada 1917 pecah revolusi Bolshevik dan partitur karya ini pun lenyap di antara timbunan puing-puing kota Petrograd (kini St. Petersburg). Hingga akhir hayatnya, Stravinsky hanya pernah sekali saja mementaskannya tanpa pernah satu pun pencarian para musikolog Rusia mendapatkan hasil. 

106 tahun kemudian Irina Sidorenko tak sengaja menemukan kumpulan karya Stravinsky ketika sedang merapikan koleksi perpustakaan Konservatori St. Petersburg dan segera menelpon koleganya, musikolog Natalia Braginskaya yang juga dititipkan misi pencarian ini oleh guru-gurunya. Setahun kemudian, Maestro Valery Gergiev mendapat kehormatan untuk menampilkan karya ini dengan Mariinsky Orchestra.


Gue suka sekali karya2 Stravinsky, dan guru komposisi gue pernah menonjolkan Stravinsky sebagai contoh komponis yang sangat anti mengulangi apa yang pernah dia buat sebelumnya. Memang bener adanya, gue ga pernah denger sisi musikalitas Stravinsky yang seperti ini di karya2 dia yang lain. Beliau belajar banyak sekali teknik orkestrasi yang brilian dari Rimsky-Korsakov, tapi terutama hal itu sangat kental terasa dalam penghormatan terakhir bagi gurunya ini, tanpa kehilangan identitasnya sendiri!

Melihat seberapa pentingnya para budayawan dan musisi Rusia memandang karya komponis2nya, juga seberapa tinggi respek Stravinsky bagi pendahulunya itu lewat karya ini, gue jadi belajar pentingnya suatu karya yang menjadi jembatan. Jembatan2 ini gak cuma menghubungkan masa lalu dengan masa depan, tapi juga menghubungkan manusia2 yang berbeda lewat rasa kesamaan nasib. Semua itu bisa diwujudkan lewat karya. 

Makin banyak kita berkarya, ternyata kita makin bisa menemukan serpihan2 diri kita di dalam diri setiap manusia yang kita jumpai. Semuanya akan terus saling terhubung.

Apa yang Kamu Inginkan?

Entah kenapa, pertanyaan sesimpel “apa yang kamu inginkan dalam hidupmu?” ternyata bisa menjadi pertanyaan yang sangat sukar dijawab oleh kebanyakan dari kita. Gue sendiri pun masih berusaha menyeimbangkan antara memberikan jawaban yang jujur atau yang diplomatis untuk memuaskan orang lain yang menanyakannya. 

Namun pada akhirnya bukan orang lain yang akan menjalani hidup kita, melainkan kitalah pemeran utama sekaligus sutradara dalam kisah ini. Masalah apakah kisah ini akan menjadi film box office yang spektakular atau tidak, juga bukan tanggung jawab kita. Tanggung jawab kita adalah demi kepuasan kita sendiri. Apakah kita menjalani hidup yang kita inginkan atau tidak? Jika membantu orang lain adalah hal yang membuat kita bahagia, lakukanlah itu. Namun yang sering kita lupakan adalah bahwa kebahagiaan kita pribadi adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan tanggung jawab orang lain. Demikian pula dengan kebahagiaan orang lain bukanlah sepenuhnya menjadi tanggung jawab kita. Tapi kedua hal ini bukanlah hal yang saling bertolak belakang. Kita tetap bisa menjadi bahagia tanpa merugikan orang lain. Kita tetap bisa membahagiakan orang lain tanpa merugikan diri sendiri. 

Dan bila jalan menuju sana tidak mudah, bukankah itu berarti kita menjalani hidup yang penuh tantangan? Bukankah kita hanya hidup sekali untuk menjalani kehidupan yang memang sudah sepantasnya seru untuk dijalani?

Selamat menjadi manusia yang hidup 😊

2015

Gue sempet berjanji sama diri gue sendiri minggu lalu setelah ulang tahun gue yang uda memasuki usia cukup genting ini. Janji itu lebih tepat disebut sebagai teguran keras buat diri sendiri sih bentuknya. Isinya adalah: mulai sekarang akhiri setiap hari dengan sedikitnya satu aja langkah ke depan, kalo nggak ya mending tidur lebih awal.

Beberapa tahun belakangan ini memang gue selalu tidur larut. Kadang berguna, tapi lebih seringan nggak. Dan di usia yang udah gak bisa dibilang muda ini gue ga punya kemewahan lagi seperti sebelumnya dalam dua hal ini kalo gue beneran pengen menjalani hidup ke arah yang gue inginkan.

Sejauh ini syarat baru itu udah mulai bisa gue penuhi sendiri, namun malam ini adalah langkah terbesar gue dalam menepati janji itu. Banyak banget langkah bodoh yang terus-menerus gue ambil selama ini. Bukan naif, tapi bodoh, karena walau salah tapi tetep aja gue lakukan lagi dan lagi. Namun aliran energi di semesta gak akan pernah berhenti mencari keseimbangannya, tanpa lelah terus menempatkan gue kembali ke posisi yang seharusnya. Setiap kali gue melenceng dikit, pasti ada sesuatu yang terjadi, apalagi ketika gue ngotot dan nyebrang jauh-jauh.

Memang kebodohan selalu punya harga. Dan gue terlalu bebal untuk mengakui itu sampai saat di mana gue berada sekarang. Takut dan sesal ga ada harganya kalo gue gak belajar-belajar juga untuk bisa naik kelas.

Memang lembaran kalender ini udah seharusnya disobek dan dibuang, ga peduli seberapa gue suka, sebelum gue bisa bener-bener jalani jilid yang namanya kedewasaan, yang sudah seharusnya gue jalani bertahun silam.

Ga ada lagi ruang untuk sesuatu yang bernama pembenaran diri. Mikir!