26 Juni, tanggal ini sungguh amat berkesan bagi gw, terutama di tahun 2010 ini. Di hari itu, kakak gw tercinta, Timotius Christian, sedang merayakan bertambahnya usia yang memasuki dekade ketiga. Di hari yang sama pula, kebetulan gw dan kawan-kawan Sonic People turut memeriahkan pernikahan kawan kami, Cisca dan Marlon di suatu acara pemberkatan nikah dan resepsi di Ubud, Bali. Namun yang juga sama pentingnya, di Sabtu terakhir di bulan Juni ini ibunda kawan dekat kami, Ralmond Farly (yang juga merupakan salah satu tim manajemen Sonic People), telah menuntaskan perjuangannya melawan sakit keras dan kembali ke pelukan Bapa di Surga. Oh, dan gw baru denger kabar, Christina Mandang, salah seorang dosen musik yang gw hormati, baru saja meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas di negeri Paman Sam sana, juga di hari yang sama.
Empat peristiwa penting sekaligus dalam satu hari! Peringatan hadirnya seorang anggota baru dalam keluarga beberapa puluh tahun lalu, hari jadinya suatu keluarga baru, juga kehilangan salah seorang anggota keluarga dan kehilangan anggota keluarga almamater, walau kesemuanya bukan dalam satu keluarga inti, tetaplah siklus kehidupan yang terjadi dalam satu hari ini terasa begitu menggetarkan hati.
Setiap momen dalam kehidupan kita mungkin nampak begitu acak dan tanpa hubungan satu sama lain. Namun bila kita mau, kita bisa memandangnya sebagai suatu pesan. Bisa pesan yang positif, bisa pula pesan yang negatif, atau bisa pula pesan yang netral sama sekali. Namun semua itu tak akan memiliki makna sama sekali jika kita tidak melakukan sesuatu sebagai tindak lanjut dari pesan yang kita simpulkan dari kejadian-kejadian itu.
Negatif maupun positif hanyalah merupakan perbedaan cara kita memandang segala sesuatu.
Banyak dari kita akan menyimpulkan bahwa hidup itu singkat dan tak pernah bisa kita ketahui kapan akan bertemu dengan ujungnya. Dan dengan kesimpulan seperti itu, maka banyak pula yang akan memutuskan untuk mengungkapkan rasa sayangnya kepada setiap orang yang memang mereka kasihi, sebelum semua itu terlambat. Banyak sekali penyesalan tercipta ketika manusia memilih untuk mementingkan ego dan gengsinya untuk tidak lagi mengungkapkan kasihnya kepada saudara, orang tua, sahabat atau siapapun hingga akhirnya mereka kehilangan orang-orang itu. Banyak pula kepahitan tertimbun dan menghalangi anggota-anggota keluarga untuk kembali menciptakan kehangatan yang tadinya ada di rumah mereka.

Tadi siang gw baru aja nonton salah satu film yang dibintangi Will Ferrell, “Stranger than Fiction” yang memiliki tema yang jauh amat berbeda dari film-film Will lainnya. Tanpa bermaksud memberikan bocoran terlalu banyak, intinya gw melihat perubahan dari cara pandang seseorang terhadap kematian yang akan dihadapinya. Ini menarik. Kematian lebih sering terlihat menakutkan dan mengerikan untuk kita sambut. Kematian menjadi akhir dari perjalanan dari pencapaian-pencapaian yang kita usahakan di dalam hidup ini. Namun ini adalah suatu paradoks. Sesungguhnya kematian bukanlah sesuatu yang bisa kita hindari, sebaliknya kematian adalah suatu keharusan bagi setiap makhluk yang (sempat) hidup di dunia ini. Dengan kematian, maka hidup ini menjadi bermakna karena ia tak akan berlangsung selamanya, bukan? Justru bagi gw, hidup yang abadi justru tidaklah menarik sama sekali.
Maka dari itu, kembali menyoal empat peristiwa yang bertumbukan dalam satu hari dalam hidup gw, gw ingin menarik kesimpulan yang berbeda dari kebanyakan orang dan semoga ini bermanfaat untuk dibagikan. Ada suatu perkataan dari ajaran agama gw yang kurang lebih berbunyi seperti ini: “Tertawalah bersama orang yang tertawa dan menangislah bersama orang yang menangis”. Dan gw pribadi – dengan semangat yang sama – ingin menambahkan: “Menarilah bersama orang yang menari, merataplah dengan orang yang meratap.” Di sinilah terletak inti dari keharmonisan hidup di dunia. Hidup (sesuai dengan yang gw yakini) itu hanya sekali, maka buatlah hidup itu amat bermakna untuk dijalani hari demi harinya, menit demi menitnya, detik demi detiknya, dalam setiap saat yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan sama sekali. Dan hidup yang bermakna adalah hidup yang bisa kita lewati bersama dengan sesama kita, siapapun itu. Tidak ada saat yang lebih berharga daripada bersedih bersama kawan-kawan yang bisa turut bersedih dengan kita, juga bersenang-senang dengan mereka yang juga bisa turut bersenang-senang bersama-sama. Dan bila ada orang yang tidak bisa melakukan salah satu atau bahkan keduanya dengan kita tak perlu lah kita tersinggung, toh kita tetap memiliki orang-orang lain yang bisa ada di samping kita bukan? Dan kita pun tak bisa selalu ada bagi setiap orang yang kita kenal dalam setiap saat dalam kehidupan mereka, bukan?

Bill Cosby, salah seorang komedian Amerika ternama, pernah mengatakan, “Aku tak tahu kunci kesuksesan. Tapi yang kutahu cara untuk gagal adalah berusaha untuk menyenangkan SEMUA orang”. Namun gw sendiri ingin mengajukan sesuatu yang sedikit berbeda, “Gw ngga tau apa resep untuk menciptakan musik yang bikin kita kaya raya. Yang gw tau, musik yang bagus adalah musik yang berasal dari lubuk hati pelakunya”. Nah, gantikan kata MUSIK dengan HIDUP, maka kita sudah bisa menjalani hidup ini dengan bahagia.
Apakah hidup kita akan bisa bahagia jika kita bisa membuat orang lain bahagia? Apakah dengan berusaha untuk menyenangkan orang lain justru sebaliknya, membuat kita tidak bahagia? Apakah ada cara yang kita tahu bisa kita lakukan untuk membuat orang lain dan diri kita sendiri bahagia? Sekali lagi, tidak ada satu resep baku dalam membuat kecap yang terbaik. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk membuat hidupnya bermakna. Namun lebih dari itu, janganlah sekadar menjalani hidupmu, tapi HIDUPILAH hidupmu!
nice………………………………………..^_^b
nice………………………………………..^_^b